HUMANISASI PENDIDIKAN JASMANI DAN NILAI JUAL SEKOLAH DALAM DIMENSI SOSIOLOGIS JAY COAKLEY

_RAY5461123456789

Olahraga dan manusia tak akan pernah memiliki batasan seperti usia, jenis kelamin, ras, golongan, dan agama. Di mana ada manusia maka olahraga selalu mendapat tempat di hati penikmatnya, entah melalui ragam olahraga itu sendiri, pertandingan, maupun olahragawan yang menjadi bintangnya. Olahraga tak lagi dipandang seperti kegiatan monoton yang menitikberatkan pada perubahan tampilan jasmani dan kebugaran semata, namun telah menjadi bagian dari keseharian manusia (gaya hidup).Bersinergi dengan hal tersebut, dunia pendidikan juga turut merespon tuntutan zaman yang mengharuskan restorasi pandangan akan olahraga. Maka pada masa kini, pendidikan jasmani di sekolah dirancang dengan berbagai kebutuhan peserta didiknya yang lebih mendasar. Oleh karena itu, pemahaman awam akan fungsi dan peran pendidikan jasmani di sekolah perlu diluruskan terlebih dahulu.

 

Peran Pendidikan Jasmani untuk Sekolah

Secara mendasar, pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui sarana jasmani yang mengoptimalkan fungsi-fungsi jasmaniah peserta didik melalui kegiatan-kegiatan gerak. Peserta didik tidak hanya mendapat kegiatan semata, namun ditambahkan dengan unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Sementara, olahraga di sekolah yang bersifat meningkatkan prestasi dan memaksimalkan minat dan bakat peserta didik diwadahi oleh kegiatan tambahan olahraga kecabangan (ekstrakulikuler).

Sekolah mengutamakan siswa sebagai pelaku sentral dalam aktivitas gerak (pendidikan jasmani) dan pengembangan keterampilan olahraga (ekstrakulikuler cabang olahraga) dalam upaya meningkatkan keterampilan geraknya. Pada sebuah kegiatan gerak, siswa memiliki peran besar sebab mengembangkan salah satu dari empat inti (core) dalam kegiatan olahraga itu sendiri. Empat elemen utama yang dikategorikan dalam event experience sebagai produk olahraga adalah manusia (siswa sebagai pelajar-atlet), peraturan pertandingan, peralatan, dan tempat.

Bila menilik pendidikan jasmani di Amerika Serikat yang menganut seleksi atlet muda dari berbagai sekolah (terutama sekolah menengah atas) untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya maka dapat dikatakan regenerasi atlet tidak akan pernah surut. Seperti pada cabang olahraga bola basket, baseball, softball (putri), American-Football (putra), cross country, hoki lapangan (putri), bowling (putri), golf, anggar (coeducational), sepak bola, senam, dayung, bola voli, hoki es, polo air, menembak, tenis, atletik, renang, menyelam, dan gulat (putra).

Sekolah-sekolah di Amerika Serikat (sekolah umum) memiliki kesinambungan untuk siswa yang memiliki minat dan bakat untuk olahraga. Selain itu, cara tersebut ditempuh sebagai jalan peremajaan atlet yang dimulai dari jenjang sekolah menuju bangku kuliah. Kemudian bermuara pada National Collegiate Athletic Association (NCCA) sebagai asosiasi sukarela untuk institusi, kelompok, organisasi dan badan-badan individual yang mengurusi program-program olahraga di perguruan tinggi dan universitas di Amerika Serikat. NCCA memandang sekolah sebagai gudang amunisi untuk peningkatan atlet-atlet muda masa depan dapat memajukan bangsa pada cabang-cabang olahraga nasional.

 

Jordan Effect dan Kesuksesan Pendidikan Jasmani di Sekolah

Jika kita kembali pada era 1980-an, setelah kedatangan Michael Jordan sebagai mega-bintang bola basket Amerika Serikat (NBA) yang secara sukses meredefinisikan atlet sebagai produk utama dalam industri. Sebelumnya atlet hanya dipandang sebagai subjek dalam kegiatan olahraga tanpa nilai jual. Namun setelah kehadiran Jordan, definisi itu berubah total, kini atlet merupakan aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Bahkan, Jay Coakley pada majalah Fortune (Juni 1998) menyebutkan gejala tersebut sebagai Jordan Effect.

Bila diamati dengan menggunakan dimensi sosiologis Jay Coakley, Jordan Effect mengakibatkan komersialisme dan konsumerisme dalam bentuk:

1) Hiburan yang konsumtif namun akan menjadi prinsip utama pengorganisasian olahraga pada masa yang akan datang,

2) Keuntungan finansial dan ekspansi ekonomi akan menjadi tujuan semua cabang olahraga,

3) Keuntungan ”sportainment” akan dikembangkan dan disajikan melalui media massa.

Majalah Fortune menyebutkan bahwa Jordan Effect mendatangkan pemasukan tak kurang dari 10 miliar dolar dari penjualan tiket, tayangan televisi, penjualan merchandise, endorsement, dan pergelaran event yang melibatkan Jordan. Seirama dengan hal tersebut, Jay Caokley menyatakan bahwa olahraga membentuk karakter tipe kepribadian yang mengangkat seorang atlet untuk memunculkan karakter pahlawan. Lebih lanjut ia juga menyebutkan bahwa pahlawan olahraga adalah sosok pribadi yang sangat diperlukan, diharapkan, dan dihargai dalam budaya suatu bangsa. Sifat atlet yang memiliki karakter pahlawan akan mengingatkan bahwa seseorang setelah melakukan aktivitas dapat memberikan nilai berharga dan memiliki sifat-sifat terpuji atau mengagungkan.

Pandangan terhadap Jordan Effect tidak hanya menjadi bisnis yang menguntungkan dalam segala bidang, namun telah memberikan perubahan bagi kondisi atlet itu sendiri, organisasi dan rasionalisasi. Sehubungan dengan ini Coakley mengatakan:

1) Pada tingkatan tertentu atlet akan meminta tenaga spesialis untuk membantu meningkatkan kinerja.

2) Terapis, psikolog olahraga, konsultan kebugaran, instruktur aerobik, ahli gizi, koki, biomechanists, dan psikolog latihan akan membuat korps sebagai konsultan olahraga yang diharapkan dapat membantu atlet mencapai puncak prestasinya.

Berkaca pada Jordan Effect, pendidikan jasmani dalam sekolah dapat turut berperan untuk meningkatkan popularitas sekolah itu sendiri (sekolah rujukan olahraga). Entah melalui program internal yang berkesinambungan (kurikulum pendidikan jasmani), kegiatan tambahan yang berkelanjutan (eksatrakurikuler), pembentukan klub-klub olahraga, dan  keikutsertaan event-event cabang olahraga.

Jadi dapat dikatakan pendidikan jasmani di sekolah memiliki peran yang tinggi sebagai usaha meningkatkan kualitas peremajaan atlet muda berbakat di masa depan. Namun, efek terpenting yang ditimbulkan dari pendidikan jasmani adalah perubahan manusia (peserta didik) itu sendiri, seperti nilai sportivitas, semangat, rela berkorban, dan lain sebagainya. Hal tersebut senada dengan inti kualitas yang diharapkan dari seorang manusia.

 

Penutup

Penting untuk menjadi catatan bahwa jalan untuk menggapai sukses itu penuh liku dan budaya serta latar belakang sejarah sebuah negara akan menentukan kisah keberhasilan seorang atlet. Keberhasilan seorang manusia untuk menggapai hasil luar biasa dalam olahraga hanya bisa diperoleh jika ia memiliki keteguhan hati, mental baja, dan fokus pada tujuan. Namun, kemenangan bukanlah satu-satunya tolak ukur keberhasilan seorang atlet dan kekalahan bukanlah akhir dari segalanya tapi akan mendewasakan atlet itu sendiri. Faktor kerja keras, determinasi, dan pengorbanan adalah unsur penting dalam meretas sukses di bidang olahraga.

Bersinergi dengan hal-hal tersebut, sekolah sebagai media dan wahana pendidikan olahraga yang menitikberatkan kepada pendidikan jasmani bertugas menanamkan modal dasar pemahaman dan penguasaan gerak dasar. Melalui keterlibatan secara luas, siswa sangat diperlukan untuk kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan secara internal atau kegiatan luar sekolah (pertandingan).

Tinggalkan komentar